Awalnya terdapat
sebuah klenteng pemujaan sederhana atas nama YM Ma Zu Thien Shang
Shen Mu yang terletak di sebelah barat sungai Madiun (Samping
jembatan sebelah barat), yang didirikan oleh para perantauan
Tionghoa generasi pertama yang bermukim di wilayah Madiun. Hingga
kini tahun pendirian Klenteng pertama di wilayah Madiun ini tidak
diketahui secara pasti. Hanya terdapat sebuah catatan dan bukti foto
bahwa seorang tokoh Tionghoa bernama Tan Bik Swat bersama – sama
kawan lainnya pernah membawa rupang Y.M Ma Zu Thien shang Shen Mu
setinggi 97 CM langsung dari negeri tiongkok guna disembahyangi di
klenteng ini.
Pada sekitar
tahun 1887, istri seorang Residen Belanda yang ditunjuk sebagai
penguasa tertinggi wilayah Madiun saat itu, menderita suatu penyakit
yang cukup serius. Semua dokter barat yang berdinas di tanah Jawa
meyarankan agar sang Istri segera dibawa pulang ke negeri Belanda
guna dirawat secara lebih intensif, namun saran ini urung dilakukan
oleh sang Residen, mengingat jarak tempuh antara Indonesia dan negeri
Belanda, dengan sistem transportasi yang ada di masa itu dirasa
terlampau jauh.
Teman sang
Residen, Kapiten Liem Koen Tie pemimpin masyarakat Tionghoa (Raad Van
Chinezen) Madiun saat itu menawarkan untuk mencoba mengobati penyakit
istri sang Residen Belanda dengan ramuan obat tradisional, menurut
pengakuan beliau, resep tradisional ini didapat dari kumpulan resep obat Y.M.
Ma Zu Thien Shang Shen Mu lewat metode Djiam Sie dan Pak Pwee (yaitu
sebuah metode yang diyakini sebagai alat berkomunikasi dengan dewa -dewi secara spiritual dengan
bantuan sepasang bandul serta bilah bambu), Sang residen berkenan.
Konon setelah
meminum obat tradisional pemberian kapiten Liem Koen Tie, pada malam
harinya istri sang Residen bermimpi dalam mimpinya beliau didatangi
seorang wanita Tiongkok yang berpakaian anggun laksana seorang ratu,
wanita itu berkata bahwa penyakit sang istri Residen akan segera
sembuh, dan benarlah setelah mengkonsumsi obat tradisional pemberian
kapiten Liem Koen Tie selama seminggu istri sang Residen
berangsur-angsur sembuh.
Perempuan yang
muncul dimimpi sang istri residen diyakini oleh masyarakat Madiun
sebagai sosok Y.M Ma Zu Thien Shang Shen Mu. Oleh karenanya sebagai
ungkapan rasa syukur dan terimakasihnya sang Residen Belanda
kemudian bersedia memberikan kemudahan kepada perhimpunan masyarakat
Tionghoa saat itu untuk mendapatkan tanah di tengah kota seluas
kurang lebih 10.000 Meter persegi guna pembangunan kuil / klenteng
yang lebih layak.
Setelah tanah
berhasil dibeli Pembangunan Klenteng baru dimulai. Proyek pembangunan
ini memakan waktu kurang lebih 10 tahun. Dikarenakan perhimpunan
masyrakat Tionghoa saat itu telah bersepakat bahwa Klenteng baru akan
dibangun dengan anggun dan indah, dengan bantuan seorang Arsitek
yang didatangkan secara khusus dari Tiongkok.
Biaya pembangunan
ditanggung secara bersama-sama oleh beberapa tokoh masyarakat
Tionghoa di kota Madiun kala itu. Klenteng baru ini kemudian diberi
nama Hwie Ing Kiong yang secara harafiah bermakna “Istana
Kesejahteraan”.
Pada peresmian
Klenteng Hwie Ing Kiong di tahun 1897, sang Residen berkenan mendanai
pembuatan tiang-tiang peyangga utama klenteng serta menghibahkan
pula sejumlah keramik asli dari negeri Belanda. Saat ini sisa-sisa
keramik dapat dilihat pada meja persembahan altar Y.M Ma Zu Thien
Shang Shen MU, altar Dewa Gay Chiang Shen Ong, dan altar Dewa Guan
Ze Zun Wang. (TAF)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar