Apakah orang agnostik itu Atheis?
Tidak. Seorang atheis, seperti halnya penganut Kristiani, mempercayai
bahwa ia dapat mengetahui ada atau tidak adanya Tuhan. Penganut
Kristiani mengatakan bahwa ia dapat mengetahui Tuhan itu ada; kaum
atheis menyatakan bahwa kita dapat mengtahui Tuhan itu tidak ada. Orang
agnostik menunda pengambilan keputusan, dengan menyatakan bahwa tidak
cukup bukti untuk menegaskan atau menolak adanya Tuhan. Pada saat
bersamaan, orang agnostik mungkin mengatakan bahwa eksistensi Tuhan
meskipun bukan tidak mungkin, sangat kecil kemungkinan adanya; ia
mungkin menyatakan begitu kecil kemungkinan adanya Tuhan, maka Tuhan
pada kenyataannya tidak cukup bermakna untuk dipakai sebagai bahan
pertimbangan. Dalam hal demikian, Tuhan disingkirkan tak jauh berbeda
seperti dalam atheisme. Sikapnya adalah mirip seperti filsuf yang teliti
terhadap dewa-dewa Yunani Kuno. Apabila saya disuruh membuktikan bahwa
Zeus dan Poseidon dan Hera dan dewa-dewi Olympia lainnya tidak ada, maka
saya pasti kebingungan dalam memberikan argumen yang memadai. Orang
agnostik akan berpendapat bahwa Tuhan orang Kristiani sama kecil
kemungkinan adanya dengan dewa-dewi Olympia; dalam hal demikian, untuk
mudahnya ia sama dengan orang atheis.
Oleh karena Anda menolak “hukum Tuhan”, otoritas apa yang Anda terima sebagai pedoman hidup?
Orang agnostik tidak menerima “otoritas” apapun sebagai mana halnya
yang diterima oleh orang beragama. Dipercayai bahwa orang harus
memikirkan sendiri masalah pedoman hidup. Tentu saja, ia akan mengambil
keuntungan dari pengalaman orang lain, tetapi harus dipilihnya sendiri
orang-orang yang dianggapnya bijak, dan sama sekali tidak akan
menganggap bahwa apapun yang dikatakannya tak boleh dibantah. Teramati
bahwa apa yang ditentukan oleh “Hukum Tuhan” itu selalu berubah setiap
saat. Injil mengatakan bahwa wanita tiak boleh kawin dengan saudara
laki-2 dari suami yang telah meninggal, dan bahwa dalam keadaan tertentu
wanita harus kawin dengannya. Jika anda kebetulan seorang janda tak
beranak dan masih ada ipar yang belum kawin, maka logikanya anda tak
boleh menghindari “hukum Tuhan.”
Bagaimana Anda mengetahui baik dan buruk? Apakah yang dianggap Dosa oleh orang agnostik?
Orang agnostik tidak begitu pasti sebagaimana yang diyakini penganut
Kristiani terhadap apa yang disebut baik dan buruk. Tidak akan diklaim
seperti yang diklaim penganut Kristiani di masa lalu bahwa orang yang
tak setuju dengan perintah mengenai theologi yang absurd harus menerima
hukum mati yang menyakitkan. Hukum mati demikian ditentang, dan lebih
hati-hati mengenai tuduhan moral.
Kata “dosa” dianggap bukan sebagai ide yang ada gunannya. Tentu saja
diakui bahwa sebagian macam tindakan adalah patut dan sebagian lagi
tidak patut, tapi diyakini bahwa hukuman untuk tindakan yang tidak patut
hanya diterapkan jika dimaksudkan untuk menghindari atau memperbaiki,
bukan karena hukuman itu memang dianggap baik dan dengan pikiran bahwa
orang jahat harus menderita. Kepercayaan inilah yang ada dalam hukuman
balas dendam sehingga orang menerima idee neraka. Ini adalah bagian
merugikan yang telah diakibatkan oleh adanya ide “dosa”.
Apakah orang agnostik melakukan apapun asal dikehendakinya?
Dalam satu hal tidak, dilain hal siapapun akan melakukan apa yang
dikehendakinya. Kalau misalnya Anda begitu membenci seseorang sampai
Anda mau membunuhnya: Kenapa tidak? Anda akan menjawab: “Sebab agama
mengatakan bahwa pembunuhan adalah dosa.” Namun dalam kenyataan
statistik, orang-orang agnostik tidak lebih cenderung melakukan
pembunuhan dari pada orang lain, dan kenyataannya kecenderungan mereka
memang lebih kecil. Mereka mempunyai motif sama untuk tidak melakukan
pembunuhan sebagaimana orang lain. Jauh dalam lubuk hatinya, motif
paling kuat adalah takut dihukum. Namun dalam keadaan tanpa hukum,
seperti demam menambang emas, segala macam orang akan melakukan
kejahatan, meski dalam keadaan normal mereka adalah orang-orang yang
taat pada hukum. Bukan hanya karena adanya hukuman, tapi juga ada rasa
tidak nyaman mengetahui hal menakutkan itu, dan rasa sepi karena
mengetahuinya, untuk menghindari kebencian orang, anda harus memakai
topeng meski dengan teman terdekat anda sekalipun. dan dan ada lagi yang
sering disebut “conscience”: Jika anda pernah berangan-angan untuk
membunuh, anda akan takut pada ingatan yang mengerikan saat-saat
terakhir tubuh korban anda tak bernyawa. Semua ini benar, ya, tergantung
pada kehidupan anda dalam masyarakat yang taat hukum, tetapi banyak
sekali alasan-alasar non agama/sekuler yang dipakai untuk menciptakan
dan dan mengabadikan masyarakat demikian.
Saya katakan ada alasan lain mengapa siapapun akan melakukan apa yang
diinginkannya. Tak seorangpun kecuali orang tolol yang menuruti segala
keinginan, tetapi apa yang menahan keinginan in check adalah selalu
merupakan meinginan yang lain. Keinginan anti-sosial seseorang dapat di
kendalikan oleh keinginan untuk menyenangkan Tuhan, tapi dapat juga
dikendalikan oleh keinginan untuk menyenangkan teman-temannya, atau
mendapatkan respek penghormatan dari masyarakatnya, atau agar dapat
mencitrakan dirinya sendiri tanpa rasa jijik. Namun jika tak memiliki
keinginan-2 tersebut, maka satu-2 nya aturan abstrak moralitas tak akan
dapat meluruskan orang itu.
Bagaimanaka anggapan orang agnostik terhadap Injil?
Orang agnostik menganggap Injil tepat sebagaimana yang dianggap oleh
seorang enlightened clerics. Tidak dianggapnya sebagai inspirasi illahi;
akan dianggapnya sebagai legenda sejarah awal, dan tak lebih akurat
dari pada yang tertulis dalam Homer; dianggapnya ajaran moral yang
terkandung didalamnya kadang baik, tapi kadang sangat buruk. Misalnya,
Samuel memerintahkan Saul dalam perang untuk tidak saja membunuh tiap
laki-laki, wanita, dan anak-anak lawan, tapi sampai semua biri-biri dan
ternak sapinya. Namun demikian Saul tetap membiarkan biri-biri dan
ternak sapi hidup, dan untuk hal ini kita disuruh mengutuknya. Saya tak
pernah mampu menyenangi Elisha karena mengutuki anak-anak yang
mengolok-oloknya, atau mempercayai (yang dinyatakan Injil) bahwa Dewa
yang baik hati akan mengirimkan beruang jadi-jadian untuk membunuh
anak-anak tersebut.
Bagaimanakah anggapan orang agnostik terhadap Jesus, Kelahiran oleh Sang Perawan, dan Trinitas yang Suci?
Karena orang agnostik tidak percaya Tuhan, tak dapat dipercayai bahwa
Jesus adalah Tuhan. Kebanyakan orang-orang agnostik menghargai
kehidupan dan ajaran Jesus sebagaimana ditulis dalam Injil, tetapi tidak
harus melebihi penghargaan terhadap orang lain. Ada yang menempatkan
Jesus sama dengan sang Buddha, sebagian dengan Socrates dan dan lainnya
dengan Abraham Lincoln. Mereka juga tidak menganggap apa-apa yang
dikatakannya tidak boleh dibantah, oleh karena orang Agnostik tidak
menerima suatu otoritas sebagai hal yang absolute.
Orang Aganostik Menganggap Kelahiran Sang Perawan sebagai satu doktrin
yang diambil dari mitologi pagan/kafir, dimana kelahiran demikian bukan
hal yang aneh (Zoroaster dikatakan terlahir dari seorang perawan;
Ishtar, the dewi Babylon, yang disebut sebagai the Holy Virgin/Perawan
Suci). Mereka tak dapat memberikan kepercayaannya kepada hal tersebut,
ataupun kepada doktrin Trinitas, karena keduanya tidak mungkin tanpa
adanya kepercayaan pada Tuhan.
Dapatkah orang agnostik menjadi penganut Kristiani?
Kata ” Kristiani” mempunyai berbagai makna dalam waktu yang berbeda.
Selama berabad-abad sejak jama Kristus, kata itu berarti orang yang
percaya apada Tuhan dan keabadian dan serta bahwa Kristus adalah Tuhan.
Tetapi kaum Unitarians menyebut diri mereka penganut Kristiani meski
tidak percaya akan keIlahian Kristus, dan banyak orang saat ini
menggunakan kata “Tuhan” dengan arti yang kurang pas dibandingkan dengan
arti jaman sebelumnya. Banyak orang yang sekarang mempercayai Tuhan
tidak lagi bermakna person/manusia, atau trinitas dari person, namun
hanya berupa kecenderungan kabur atau kekuatan atau maksud dan tujuan
immanent dalam evolusi. Lebih jauh lagi, orang lain mengartikan
“Kristianitas” hanyalah sebuah sistem etika yang dibayangkan sebagai
karakter penganut Kristiani saja, karena mereka tidak peduli dengan
masalah kesejarahan.
Dalam buku yang baru diterbitkan, ketika saya katakan bahwa apa yang
diperlukan dunia adalah “cinta, cinta Kristiani, atau
kepedulian/compassion,” banyak yang menyangka hal ini menunjukkan adanya
perubahan dalam pemikiran saya, meski kenyataannya mungkin saya katakan
hal yang sama kapanpun. Jika yang Anda maksudkan “Penganut Kristiani”
berarti orang yang mencintai tetangganya, yang sangat bersimpati
terhadap penderitaan, dan yang sangat menginginkan agar dunia bebas dari
kebuasan dan kebencian yang jaman sekarang ini diabaikan, maka jelas
Anda mendapat justifikasi untuk menyebut saya seorang Kristiani. Dan
dalam hal ini, saya kira anda akan dapat menemukan lebih banyak
“penganut Kristiani” diantara orang-orang agnostik dibandingkan dalam
kalangan orthodoks. Namun menurut saya, Saya tak dapat menerima definisi
demikian. Selain penolakan lainnya, namapaknya agak kasar bagi orang
Yahudi, Buddhis, Muslim, penganut non Kristianilainnya , yang sepanjang
sejarah ditunjukkan oleh sejarah, paling tidak cenderung untuk melakukan
moralitas diklaim dengan arogan oleh penganut Kristiani sebagai unik
milik agama mereka sediri.
Saya kira juga bahwa siapapun yang menyebut diri penganut Kristiani di
jaman-jaman awal, dan dah sebagian besar orang yang melakukannya sampai
saat ini, akan menganggap bahwa kepercayaan pada Tuhan dan immortalitas
adalah essensial bagi penganut Kristiani. Dengan dasar ini, saya
menyebut saya sendiri sebagai penganut Kristiani, harus saya katakan
bahwa orang agnostik tak dapat menjadi penganut Kristiani. Namun jika
kata “Kristianitas” ternyata digunakan secara umum dulunya hanya berarti
sejenis moralitas, maka jelaslah mungkin bagi seorang agnostik untuk
menjadi penganut Kristiani.
Apakah Orang agnostik menolak bahwa manusia punya Jiwa?
Pertanyaan ini tidak mempunyai arti yang tepat kecuali kita diberi
definisi sari kata “jiwa”. Saya kira yang dimaksudkan secara kasar
adalah sesuatu nonmaterial yang berada dalam seluruh hidup seseorang
bahkan, bagi yang mempercayai immoralitas, sepanjang waktu-waktu yang
akan datang. Jika yang begitu maksudnya maka orang agnostik mungkin
tidak akan percaya bahwa manusia mempunyai jiwa. Tetapi akan segera saya
tambahkan bahwa hal ini tidak berarti orang agnostik pasti penganut
materialis. Banyak orang-orang agnostik (termasuk saya sendiri) sangat
ragu pada tubuh sebagaimana ketidak tahuan mengenai jiwanya, namun ini
adalah cerita lama untuk mempertimbangkan metafisik yang sulit ini. Baik
jiwa maupun materi harus saya katakan adalah simbol yang mudah dalam
satu diskursus, sebenarnya bukan sesuatu yang eksis.
Apakah orang agnostik percaya Akhirat, Surga atau Neraka?
Pertanyaan mengenai apakah orang akan hidup setelah mati adalah
pertanyaan mengenai bukti mana yang memungkinkan. Riset fisika dan
spiritualisme dianggap oleh banyak orang dapat memberikan buktinya.
Orang agnostik dengan demikian tidak mempunyai pandangan mengenai
kelangsungan jiwa kecuali dianggapnya ada bukti yang serba sedikit-pun.
Menurut pandangan saya sendiri, saya anggap tidak ada alasan memadai
untuk mempercayai bahwa kita akan hidup lagi setelah mati, namun saya
terbuka untuk percaya jika ada bukti yang memadai.
Surga atau neraka adalah hal lain lagi. Percaya pada adanya neraka
terikat pada adanya kepercayaan bahwa hukuman pembalasan artas dosa
adalah hal yang baik, sangat terpisah of dari tujuan pencegahan atau
perbaikan yang mungkin dapat diberikan. Orang agnostik hampir tak
percaya akan hal ini. Sehubungan dengan surga, barangkali ada bukti yang
dapat diraba dengan eksistensinya melalui spiritualisme, namun
kebanyakan orang-orang agnostik menganggap tidak ada bukti demikian, dan
oleh karenanya tidak mempercayai adanya surga.
Apakah anda tak pernah takut pada pembalasan Tuhan karena menolak-Nya?
Tentu tidak. Saya juga menolak Zeus dan Jupiter dan Odin dan Brahma,
namun hal ini tidak menyebabkan kebingungan/keraguan bagi saya. Saya
perhatikan bahwa sebagian besar dari ummat manusia tidak percaya tuhan
Tuhan dan tidak menderita hukuman yang nyata karenanya. dan jika memang
ada Tuhan, saya kira Tuhan itu tidak akan merasa tak nyaman karena
ditolak eksistensinya.
Bagaimana Orang Agnostik menerangkan keindahan dan harmoni Alam?
Saya tak tahu dimana ketemunya “keindahan” dan “harmoni”. Dalam
kelompok kerajaan binatang, binatang-binatang itu saling memakan.
Kebanyakan dari mereka terbunuh dengan kejam oleh binatang lain atau
mati pelan-pelan karena kelaparan. Menurut saya sendiri, saya tak bisa
melihat keindahan luar biasa atau harmoni dalam diri Cacing Pita.
Janganlah dikatakan bahwa binatang ini dikirim sebagai hukuman atas
dosa-dosa kita, sebab binatang itu lebih banyak terdapat pada binatang
dibandingkan manusia. Saya kira si penanya sedang memikirkan keindahan
langit yang penuh bintang. Akan tetapi harus diingat bahwa bintang
kadang meledak dan menghancurkan tetangga sekitarnya menjadi asap yang
gelap. Keindahan, dalam segala hal adalah subyektif dan hanya ada di
mata orang yang memandangnya saja.
Bagaimana Orang Agnostik menjelaskan mukjizat dan wahyu lain dari Tuhan YME?
Orang-orang agnostik beranggapan tidak ada bukti “mukizat” dengan
arti kejadian-kejadian yang bertentangan dengan Hukum Alam. Kita tahu
bahwa penyembuhan dengan iman dapat terjadi dan sama sekali bukan
mukjizat. Di Lourdes, penyakit tertentu dapat disembuhkan dan lainnya
tidak dapat disembuhkan. Yang dapat tersembuhkan dapat saja disembuhkan
oleh dokter manapun terhadap pasien yang beriman. Menurut catatan
mukjizat lain, seperti Joshua yang memerintahkan Matahari agar diam,
orang agnostik menolaknya dan menganggap hanya legenda dan menunjukkan
bahwa semua agama penuh dengan legenda yang begitu. Sama banyaknya
mukjizat yang ada pada dewa-dewa Yunani dalam cerita Homer seperti
halnya Tuhan Kristiani dalam Injil.
Banyak nafsu rendah dan jahat yang ditentang agama. Jika Anda
meninggalkan prinsip-prinsip keagamaan, dapatkan umat manusia terus
eksis?
Adanya nafsu rendah dan jahat tak dapat ditolak, tapi tak saya temui
bukti dalam sejarah bahwa agama agama-agama telah menentang nafsu-nafsu
tersebut. Sebaliknya, malah disucikan, dan memungkinkan orang untuk
mentolerirnya tanpa rasa sesal. Hukuman kejam lebih umum terjadai dalam
Kristiani dibandingkan tempat lainnya. Apa yang nampak dapat membenarkan
hukum mati adalah kepercayaan dogmatis. Keramahan dan toleransi hanya
terjadi sejalan dengan berkurangnya kepercayaan dogmatis. Dalam jaman
kita sekarang, agama baru yang dogmatis, yakni komunisme telah muncul.
Untuk itu, sebagai mana terhadap sistem dogma lainnya, orang agnostik
ditenentangnya. Ciri hukum-menghukum komunisme jaman ini persis seperti
Ciri hukum-menghukum Kristianitas di abad dahulu. Dengan berlangsungnya
waktu, Kristianitas kurang cenderung menghukum, ini adalah hasil kerja
para penganut berfikir bebas yang menjadikan penganut dogmatis berkurang
ke-dogmatisannya. Jika mereka tetap dogmatis seperti jaman dulu, mereka
akan tetap menganggap benar membakar orang yang tak percaya. Semangat
toleransi yang dianggap oleh penganut Kristiani modern sebagaimana
Kristiani, pada kenyataannya merupakan produk moderasi yang
memperkenankan ketidak-jelasan dan mencurigai kepastian absolut. Saya
kira siapapun yang meneliti sejarah tanpa memihak akan menuju kesimpulan
bahwa agama-agama telah mengakibatkan penderitaan dari pada yang telah
diselamatkannya.
Apakah arti hidup bagi Orang Agnostik?
Saya cenderung menjawabnya dengan pertanyaan lain: Apa maksudnya
“arti hidup” ? Saya kira itu adalah apa yang dimaksudkan sebagai tujuan
umum. Saya tidak menganggap bahwa hidup itu ada tujuannya. Cuma asal
terjadi saja. Tetapi tiap individu memiliki tujuan hidup tertentu, dan
tak ada alasan dalam agnostisisme untuk meninggalkan tujuan-tujuan hidup
ini. Tentu mereka tidak pasti yakin akan dapat mencapai hasil yang
diusahakannya; namun anda akan menganggap gila jika seorang tentara
menolak tugas bertempur sampai ia yakin pasti menang. Orang yang
memerlukan agama untuk menekankan tujuan hidupnya sendiri adalah orang
yang ketakutan, dan saya tidak dapat menanggapnya pula sebagai orang
yang mencari jalan aman, meski mengakui juga bahwa kekalahan bukan
merupakan hal yang tak mungkin.
Apakah penolakan terhadap agama berarti penolakan terhadap perkawinan dan kesetiaan?
Lagi, hal ini akan dijawab dengan pertanyaan: Apakah orang yang
mempertanyakan ini percaya bahwa perkawianan dan kesetiaan dapat
meningkatkan kebahagiaan di dunia, atau apakah ia mengaanggap bahwa
perkawinan dan kesetiaan itu, meski menyebabkan kseusahan di dunia,
dipakai sebagai alat mencapai surga? Orang yang mengambil pandangan
terakhir jelas tak dapat mengharapkan agnostisisme akan menyebabkan
menurunnya moralitas, namun harus kita akui bahwa moralitas adalah sebab
utama adanya kebahagiaan umat manusia dalam kehidupannya di dunia. Jika
sebaliknya ia mengambil pandangan pertama yaitu bahwa ada argumen yang
membumi untuk perkawinan dan kesetiaan, harus juga diyakininya bahwa
argumen-argumen ini mesti meyakinkan juga bagi orang agnostik. Orang
agnostik dengan demikian tidak mempunyai pandangan berbeda mengenai
moralitas seksual. Akan tetapi kebanyakan akan mengakui bahwa, ada
argumen yang shahih untuk menentang toleransi terhadap nafsu seksual
tanpa kendali. Namun demikian, akan mendasarkan argumen ini pada
sumber-sumber membumi yang jelas dan bukan berdasarkan digaan perintah
keilahian.
Apakah keimanan karena logika saja merupakan kepercayaan yang berbahaya?
Bukankan logika tidak sempurna dan tidak memadai tanpa hukum
spiritual dan moral?
Tak seorangpun yang mau memakai otak meski ia
agnostik, “hanya mengimani logika saja”. Logika berkaitan dengan
kenyataan, sebagian teramati, sebagian lagi disimpulkan. Pertanyaan
apakah ada kehidupan masa depan dan pertanyaan apakah ada Tuhan
berkaitan dengan kenyataan, dan orang agnostik percaya bahwa
pertanyaan-pertanyaan itu harus diselidiki mirip dengan pertanyaan,
“Apakah akan ada gerhana rembulan besok?” Namun kenyataan saja tidak
cukup untuk menentukan tindakan, karena tidak diberitahukan apa tujuan
yang harus kita capai. Dalam wilayah tujuan-tujuan, kita memerlukan hal
lain selain logika. Orang agnostik menemukan tujuan dalam hatinya
sendiri dan bukan dalam perintah dari luar. Coba kita ambil contoh:
Misalkan Anda ingin bepergian dengan kereta api dari New York ke
Chicago; Anda akan menggunakan logika untuk mengetahui kapan kereta api
berangkat, dan orang yang mengira bahwa ia punya kemampuan mengetahui
atau intuisi yang menyuruhnya agar menyesuaikan dengan jadwal akan
dianggap agak bodoh. Namun tak ada jadwal yang akan memberitahu bahwa
pergi ke Chicago adalah bijaksana. Jelas dalam menentukan apakah hal itu
bijaksana, ia mesti memperhitungkan fakta-fakta lain; namun dibalik
segala fakta, ada tujuan yang dianggapnya cocok untuk diusahakan, dan
bagi orang agnostik sebagaimana orang-orang lain, hal-hal ini termasuk
dalam wilayah yang bukan wilayah logika, meski tidak harus bertentangan
sama sekali dengan logika. Wilayah yang saya maksudkan adalah emosi dan
perasaan dan keinginan.
Apakah anda menganggap semua agama sebagai bentuk takhayul atau dogma? Agama-agama mana yang Anda hormati, dan mengapa?
Semua agama besar dan terorganisir yang mendominasi umat manusia
sedikit banyak mengandung dogma, tetapi “agama” adalah kata yang
maknanya tidak pasti. Sebagai contoh Confucianism dapat disebut agama,
meski tidak mengandung dogma. Dan dalam beberapa bentuk kepercayaan
Kristen, elemen dogma diperkecil sampai minim.
Dari agama-agama besar sepanjang sejarah, Saya lebih cenderung
Buddhisme, terutama dalam bentunya yang paling awal, sebab agama itu
yang melibatkan hukuman paling minim.
Komunisme, seperti agnostisisme bertentangan dengan agama.
Apakah orang-orang agnostik itu komunis?
Komunisme tidak menentang agama. Hanya menentang agama Kristiani
saja, sebagaimana yang ditentang oleh agama Islam (Mohammedanism sic.).
Komunisme, paling tidak dalam bentuk yang diciptakan oleh pemerintah
Soviet dan Partai Komunis, adalah suatu sistem dogma baru yang maut dan
banyak melibatkan penghukuman. Oleh karena itu, tiap orang agnostik asli
mesti menentangnya.
Apakah orang-orang agnostik menganggap sains dan agama tak mungkin bersahabat?
Jawabannya kembali pada apa yang dimaksud dengan “agama”. Jika hanya
berarti sistem etika, agama dapat akrab dengan sains. Jika hanya berarti
sistem dogma, yang dianggap sebagai mutlak benar, maka hal itu tidak
cocok dengan semangat ilmiah/sains yang menolak diterimanya kenyataan
tanpa bukti, dan juga menganggap bahwa kepastian mutlak jarang sekali
tercapai.
Bukti apa yang dapat meyakinkan Anda bahwa Tuhan itu ada?
Saya kira jika saya dengar suara dari langit yang memprediksi segala
sesuatu yang akan terjadi pada diri saya dalam waktu 24 jam mendatang,
termasuk kejadian-kejadian yang sangat tidak mungkin, dan dan jika
hal-hal itu terjadi betul, barangkali saya dapat diyakinkan paling tidak
terhadap adanya intelegensia superhuman. Dapat saya bayangkan
bukti-bukti lain sejenis yang mungkin dapat meyakinkan saya, namun
sampai kini setahu saya tak ada bukti demikian.
ditulis oleh: Bertrand Russell, 1953.
diterjemahkan oleh: Setya A Sis
tulisan ini juga ditampilkan di : http://www.geocities.com/area51/dunes/5591/main.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar