Tentang Gabriel Garcia Marquez, beliau adalah salah
seorang pionir sastrawan Amerika latin, menulis adikarya-adikarya nya dalam bahasa Spanyol. Peraih penghargaan nobel dalam
bidang litelatur di tahun 1982, karyanya dianggap kaya akan perpaduan antara
unsur imajinasi, konflik maupun budaya kemasyarakatan. Tema utama yang sering
diangkat adalah tentang kesendirian dan keterasingan.
Bagi saya sendiri karya seorang Gabriel Garcia Marquez cukup unik dan menarik sebab ketika memaparkan suatu ilustrasi kejadian, beliau akan mengisahkan semua alur-nya sesuai fakta apa adanya tanpa berusaha untuk dipoles maupun ditutupi-tutupi. Hal-hal yang sensitif semacam pandangan politik, perang dan pertempuran, hingga hubungan inses, perkelaminan dengan wanita dibawah umur, pelacuran dan perselingkuhan dibahas sedemikian lugas secara wajar nan manusiawi.
Sejauh ini saya baru sempat membaca dua karya beliau yang satu adalah sebuah novel dalam bahasa Inggris terjemahan Edith Grossman berjudul “Love in the time of Cholera” serta karya tulis terakhir beliau Memoria de mis putas tristes / Memories of My Melancholy Whores yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh penerbit Selasar Surabaya, dengan judul Kenangan perempuan penghibur yang melankolis. Sebuah karya Novella, lebih panjang dari sebuah cerpen namun terlalu pendek untuk disebut sebagai Novel.
Bagi saya sendiri karya seorang Gabriel Garcia Marquez cukup unik dan menarik sebab ketika memaparkan suatu ilustrasi kejadian, beliau akan mengisahkan semua alur-nya sesuai fakta apa adanya tanpa berusaha untuk dipoles maupun ditutupi-tutupi. Hal-hal yang sensitif semacam pandangan politik, perang dan pertempuran, hingga hubungan inses, perkelaminan dengan wanita dibawah umur, pelacuran dan perselingkuhan dibahas sedemikian lugas secara wajar nan manusiawi.
Sejauh ini saya baru sempat membaca dua karya beliau yang satu adalah sebuah novel dalam bahasa Inggris terjemahan Edith Grossman berjudul “Love in the time of Cholera” serta karya tulis terakhir beliau Memoria de mis putas tristes / Memories of My Melancholy Whores yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh penerbit Selasar Surabaya, dengan judul Kenangan perempuan penghibur yang melankolis. Sebuah karya Novella, lebih panjang dari sebuah cerpen namun terlalu pendek untuk disebut sebagai Novel.
Kisahnya tentang pengalaman seseorang pria (sengaja dihadirkan tanpa nama), yang mampu mencapai usia cukup tua hingga usia ke- 91 tahun. Bisa disimpulkan bahwa secara karir dan prestasi sepanjang hidupnya berlangsung biasa-biasa saja, meski secara intelektual dan citra rasa dapat dikatakan bahwa orang tua ini memiliki selera yang cukup anggun dan tinggi. ( dapat dilihat dari deskripsi saat akan berpakaian guna menjaga penampilannya, maupun penyebutan secara mendetail sejumlah karya-karya seni, ketika tengah melakukan refleksi-refleksi terhadap kehidupan-nya di masa lalu). Ia bertahan hidup dengan uang pensiun serta sisa-sisa harta warisan peninggalan kedua orangtua-nya. Jika-pun ada yang layak disebut sebagai sebuah pencapaian, mungkin adalah pengalamannya dalam bercinta dan tidur dengan 514 pelacur yang berbeda di masa-masa mudanya, lantas mencatat setiap detail peristiwa tersebut dalam sebuah buku harian pribadi-nya. (Tokoh ini langsung dengan sendirinya mengingatkan saya pada tokoh Florentino Ariza dalam “Love in the time of Cholera”.)
Tokoh perempuan-nya adalah seorang gadis remaja perawan kelas pekerja yang disebut dengan panggilan kesayangan Delgadina. ( yang merupakan judul lagu rakyat dari tanah meksiko, dimana isi liriknya berupa rayuan seorang ayah kepada putri-nya agar mau dijadikan sebagai istrinya) Kemungkinan “usia” Delgadina ini-lah yang di kemudian hari memunculkan sejumlah opini bahwa Memories of My Melancholy Whores mengambil ide yang sama dengan Lolita karya Vladimir Nabokov, saya sendiri cenderung tidak sependapat dengan opini ini, sangat tidak adil rasanya membandingkan coretan-coretan terakhir seorang Gabo di masa tua-nya, dengan sebuah masterpiece yang “diukir” secara hati-hati oleh Nabokov.
Secara kasar mungkin bentuknya sama, kisah cinta antara seorang pria tua dengan gadis muda ( yang konon merupakan impian dan fantasi liar yang cukup normal bagi para pria yang memasuki usia paruh baya), kemudian sama-sama menyembunyikan atau tidak menyebut identitasnya secara terang-terangan, menggunakan sudut pandang tokoh utama dan sebagainya. Tapi intinya tetap berbeda!
Humbert-Humbert mencintai Dorothy dengan latar belakang yang jelas, sebuah bentuk pelunasan akan kisah cinta-nya yang kandas di masa lalu. Cinta Humbert-humbert lebih dilandasi oleh nafsu baik ketika mereka sekedar bersenang-senang atau tengah berhubungan sex. Cinta yang ingin mengikat sang Lolita (bahkan bila perlu) hingga ke alam kubur. Sementara cinta si kakek tua terhadap Delgadina adalah cinta yang murni dan timbul begitu saja, secara mistis dan lupakan soal permainan sex karena kehidupan sex macam apa yang bisa diharapkan dari pria cabul berusia 91 tahun?
Interaksi si Pria tua dan Delgadina, secara harafiah dapat dikatakan hanya terjadi di ranjang dalam sebuah wisma pelacuran. (Gabo memandang konsep pelacur dan wisma pelacur dengan rasa hormat, sebab menurutnya justru sifat-sifat asli manusia, tentang moral bahkan hingga kasih sayang yang paling murni hadir dalam setiap transaksi di tempat itu.) Sebuah komunikasi satu arah sebab dikisahkan bahwa si Delgadina hanya tidur telanjang di samping si Pria tua, berulang-ulang dan demikian.
Hanya lewat fantasi-fantasi liarnya, si Pria tua “merasa” bahwa kadangkala dengan gerakan dan gestur tertentu dari sang Delgadina, mereka benar-benar tengah menjalin diskusi dan menjadi sepasang kekasih. Mewujud dan menjadi rasa cinta murni dan pertama dalam kehidupan si Pria tua.
Ada rasa bersyukur, bangga kemudian takut. Ada rasa bahagia yang selalu bercampur dengan kekhawatiran akan kehilangan. Cinta pertama yang benar-benar mematikan nalar dan logika. Rasa cinta yang sanggup membuat seseorang berubah tingkah lakunya, keluar dari garis-garis normal hingga menuju kegilaan demi berharap dilahirkan kembali. Sebuah semangat yang mengembalikan kemudaan dan warna-warna indah semesta raya. Cinta yang memberikan rasa sakit namun rasa sakit yang tidak ingin diakhiri maupun disesali.
Tentu saja, selain kisah cinta yang mengebu-gebu, novella ini juga menghadirkan plot tambahan sebagai pelengkap. Sebuah refleksi diri dari seorang yang mencapai usia tua, dalam kesendirian dan kebosanan. Lebih menitik-beratkan pada kegersangan jiwa, kepada setiap rangkaian peristiwa dan perjalanan hidup yang berjalan terlalu monoton.
Melalui kisah seorang pelacur yang memilih pensiun dan menikah dengan "sembarang" pria agar dapat berketurunan dan tidak merasa sendiri di masa tua-nya atau analogi seekor kucing tua yang pada akhirnya memberikan semacam pertanyaan ironis. Jika hewan yang telah uzur dapat dibinasakan secara medis, bagaimana dengan nasib seorang tua yang sendiri , kelelahan dan kesepian? apakah pada akhirnya yang bersangkutan juga akan dibawa ke sebuah institusi agar disuntik mati?
Terakhir, Gabo dianggap sebagai pencipta genre (tema) yang disebut “magic realism” dalam khazanah kesusastraan. Tentang definisi secara umumnya, saya sendiri tak seberapa paham. Dari Novella ini saya hanya menangkap bahwa Magic realism adalah semacam keajaiban yang entah benar-benar terjadi nan tak terjelaskan atau justru sengaja direkayasa oleh alam pikiran kita. Keajaiban yang kita harapkan akan berlaku dalam kehidupan kita sehari-hari, yang kita percayai dan kita jalankan. Pendeknya sebuah kebiasaan yang bila dilihat dari kacamata umum mungkin adalah hal yang sederhana dan sewajarnya namun bagi satu pribadi, keajaiban itu adalah nyala api bagi seluruh ranah penghidupannya (TAF).
kutipan-kutipan yang inspirasional bisa dilihat disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar