Senin, 30 Mei 2016

Su Daji dan kisahnya

Ilustrasi Su Daji sebagai Siluman Rubah betina berekor sembilan Karya Katsushika Hokusai


Su Daji (蘇妲己), apakah benar dia merupakan siluman rubah betina berekor sembilan (九尾狐) ? Apakah benar dia seorang penyihir wanita? atau justru dia hanya seorang gadis baik-baik dengan nasib yang nahas. Ditawan oleh seorang penguasa zalim, hingga berakhir hidupnya sebagai korban eksekusi atas nama perebutan kekuasaan dan kemudian menjadi simbol atas runtuhnya suatu dinasti kesukuan?


Kisah ini dimulai dari sang Penguasa terakhir suku Shang (商) Suku yang mendominasi Tiongkok dari tahun 1600 sebelum masehi hingga tahun 1046 sebelum masehi, bernama Di Xin (帝辛), sebelum dinasti Zhou (周) Tiongkok belum berbentuk kerajaan dan hanya terdiri dari aliansi sejumlah suku yang dipimpin oleh seseorang yang paling kuat  dari suku yang dianggap  terbesar di antara suku-suku lainnya. Beliau dikenal sebagai penguasa Zhou (紂) yang secara harafiah bermakna “si hina dan kejam”.

Konon menurut legenda sang Penguasa Zhou dilahirkan sebagai seorang yang pandai dalam berdebat maupun berargumen serta memiliki kekuatan fisik yang luar biasa, berperawakan raksasa dan sanggup membantai hewan-hewan buas dengan tangan kosong. Disayangkan beliau ini memiliki sifat yang sombong dan cabul.

Suatu ketika beliau melewati sebuah kota, yang didalamnya terdapat kuil pemujaan bagi dewi Nuwa (女媧), sosok yang dianggap sebagai dewi pencipta segala bentuk kehidupan di dunia. Penguasa Zhou terpesona melihat kesempurnaan rupang yang digunakan bagi pemujaan sang Dewi, lantas berkata dengan lancang-nya bahwa apabila sang Dewi rela menitis kembali sebagai manusia, tentu akan segera diangkatnya sebagai selir. Penguasa Zhou kemudian mengambil seperangkat kuas dan tinta, lantas menulisi dinding-dinding kuil itu dengan puisi-puisi rendahan dengan lirik yang sangat tidak bermoral.

Perbuatan ini jelas membuat dewi Nuwa marah! Beliau berencana menghabisi nyawa sang Penguasa lalim pada saat itu juga, namun langit berkehendak lain penguasa Zhou digariskan untuk memerintah suku Shang dan seluruh Tiongkok hingga 26 tahun lagi. Dewi Nuwa-pun lantas menciptakan 3 makhluk sakti yang memiliki kekuatan supranatural dan dapat berubah wujud (siluman) yaitu rubah betina berekor Sembilan, seekor burung bersuara merdu dan sebuah seruling pualam ajaib. Mereka ditugaskan untuk melakukan konspirasi agar kekuasaan suku Shang bisa diruntuhkan.

Rubah betina berekor Sembilan menjelma menjadi seorang gadis cantik keturunan keluarga Su bernama Daji. Dia kemudian menyusup ke dalam istana penguasa Zhou sebagai selir. Berkat kemampuan mistis-nya, dia segera menjadi selir kesayangan dan lantas menawan kesadaran sang Penguasa dengan daya pikat sensual-nya.

Pertama-tama dia membujuk sang Penguasa untuk membuat alat guna mengeksekusi para terhukum, yang disebut Paolao (炮烙) berbentuk pipa yang terbuat dari logam perunggu. Dari dalam pipa akan diisi batu bara dan kemudian dibakar, sang Terhukum akan diikat dalam keadaan telanjang, menempel pada pipa itu hingga meninggal pelan-pelan karena terbakar dan meleleh. Dengan alat ini dia menghukum orang-orang kompeten dan dan terpercaya dalam suku itu.

Ilustrasi hukuman Meriam Perunggu (PaoLao)

Dia juga memerintahkan sebuah sumur diisi dengan berbagai jenis ular berbisa kemudian Daji melemparkan semua selir-selir dan perempuan-perempuan istana yang dianggap cantik kedalam sumur itu. Pada suatu waktu karena bosan, Daji menangkap seorang ibu yang tengah hamil tua dan membelah perutnya, demi menjawab rasa penasarannya tentang isi perut seorang wanita hamil.

Puncaknya Daji membujuk sang Penguasa agar membuat kolam anggur beserta pulau daging. Sebuah kolam raksasa yang bisa dikelilingi oleh beberapa kapal atau sampan dayung, seluruh kolam diisi dengan anggur dan di tengah-tengahnya berdiri sebuah pulau buatan, disana akan diletakkan bernampan-nampan daging manusia (korban eksekusi). Daji dan penguasa Zhou kemudian melakukan semacam ritual seksual diatas kapal beserta teman-teman mereka selama berhari-hari ketika haus mereka akan meneguk langsung anggur dari kolam itu, ketika lapar mereka akan berlabuh dan makan daging di pulau itu. Tindakan ini tentu sangat menyalahi moral dan memboroskan harta suku.

Bi Gan ( 比干) (Saat ini dikenal sebagai salah satu personifikasi dewa rejeki dalam pemujaan Wu Lu Jay Sen /dewa rejeki lima penjuru (五路財神) oleh umat tao) paman dari penguasa Zhou Di Xin, memutuskan untuk menghadap dan memberi nasehat, namun sang Penguasa malah mencibir sang Paman. Lantas dengan bujukan Daji memutuskan untuk mengeluarkan “jantung” sang Paman demi membuktikan kebenaran pepatah lama “bahwa manusia yang hidup di jalan suci memiliki tujuh lubang pada jantungnya” (Bi Gan meski berstatus sebagai kerabat senior sang Penguasa, memutuskan untuk hidup laksana seorang pertapa).Peristiwa pembunuhan Bi Gan ini menjadikan penguasa Zhou Di Xin kehilangan mandat / kepercayaan dari anggota suku-nya.

Pada suatu malam untuk menghibur hati Daji, penguasa Zhou Di Xin sengaja memerintahkan agar semua obor dalam benteng-nya dinyalakan. Ritual macam ini dianggap sebagai kode rahasia dan perintah militer dari sang Penguasa agar suku-suku yang berada di bawah kekuasaan-nya segera membawa pasukan dan bersiap sedia dalam posisi menyerang sebab istana penguasa dan benteng utama tengah diserang musuh! Ketika pasukan – pasukan dari suku lain datang dengan keadaan siaga, penguasa Zhou Di Xin hanya tertawa-tawa bersama Daji serta menyatakan bahwa perintah militer tersebut adalah palsu dan hanya dimaksudkan untuk menghibur sang Selir kesayangan-nya. Hal ini tentu membuat kecewa para kepala suku lainnya. Penguasa Zhou Di Xin telah kehilangan kepercayaan sebagai pemimpin hegemoni atas aliansi suku-suku di Tiongkok.

Tahun 1046 sebelum masehi, ketika salah seorang kepala suku yang dikenal sebagai penguasa Wu (武) dari (wilayah) Zhou menyerang. Saat sang Penguasa Shang kembali menyalakan seluruh obor di benteng-nya, tidak ada seorang-pun anggota suku-suku lain yang bergerak untuk membantu karena mereka menduga bahwa ini hanya-lah sebuah perintah palsu.

Dalam penyerangan yang dikenal sebagai bagain dari pertempuran Mu Ye (牧野之戰) ini sang Penguasa Zhou Di Xin akhinya terdesak dan lantas membakar diri di dalam gudang harta istana-nya, sementara Daji sendiri ditangkap dan dipenggal oleh penguasa dinasti yang baru.

Abstraksi diatas merupakan petikan kisah tentang penguasa Zhou Di Xin dan selir-nya Su Daji yang disebut-sebut sebagai jelmaan siluman rubah betina berekor Sembilan dalam kisah Penganugerahan Para Dewa (封神演義). Sebuah novel sejarah beraliran Shen-Mo karya Xu Zhonglin (許仲琳) , seorang novelis yang hidup pada masa Dinasti Ming (明朝). Ada juga yang menganggap bahwa Penganugerahan para dewa adalah karya Lu XiXing (陆西星), seorang pendeta Taoisme merangkap seniman yang hidup di jaman yang sama.

Lu Xun
Lu Xun (魯迅) seorang sastrawan Tiongkok, menciptakan istilah Shenmo (神魔) yang secara harafiah berarti kisah tentang roh suci (dewa) dan setan, sebagai penyebutan untuk sub aliran dari novel bertema sejarah yang dalam kisahnya melibatkan peranan tokoh-tokoh mistis dalam ajaran Buddha dan Taoisme Tiongkok terhadap terjadinya suatu peristiwa bersejarah.


Novel-novel Shenmo mengalami masa keemasan pada jaman dinasti Ming tercatat selain Penganugerahan para dewa, ada pula novel tentang Tiga marga Sui menghentikan pemberontakan para setan (三遂平妖傳) atau pemberontakan kaum penyihir karya Wang Shenxiu (王慎脩) yang kemudian disempurnakan oleh Luo Guanzhong (羅貫中) dan Feng Menglong (馮夢龍), juga kisah 4 perjalanan (四游记) novel kompilasi karya Yu Xiandou, Wu Yuan Tai dan Yang Zhihe. Sedangkan yang paling dikenal, tentu saja Perjalanan ke barat (西遊記) oleh Wu Chen’en (吳承恩).

Dalam novel penganugerahan para dewa, selain Su Daji yang diplot sebagai jelmaan rubah betina berekor Sembilan juga diciptakan pula karakter Li Jing (李靖) sang Raja Langit Pembawa Pagoda (托塔李天王), yang diadaptasi dari seorang jenderal yang pernah hidup di jaman dinasti Tang (唐朝), dan anaknya Nezha (哪吒) yang diadaptasi dari dua tokoh dalam mitologi Hindu seorang Yaksa bernama Nalakuwara dan bocah ajaib Shri Kresna.

Penulisan novel-novel sejarah beraliran Shenmo mulai menyurut memasuki awal abad kedua puluh, penulis-penulis angkatan baru di jaman itu cenderung mengikuti tren yang tengah terjadi di daratan eropa, menulis novel dengan kisah yang lebih realistis. Puncaknya pada masa revolusi budaya (無產階級文化大革命), aliran Shenmo mulai benar-benar ditinggalkan mengikuti slogan perjuangan komunis dan pembaharuan di masa itu "Tiada lagi mau berurusan dengan hantu kepala sapi dan siluman-siluman ular."

Kisah tentang penguasa Zhou Di Xin dan Selir Su Daji tercatat baru muncul pada masa dinasti Tang (618 masehi – 907 masehi) lewat dongeng lisan, dimana saat itu lahir pemujaan terhadap roh rubah betina (狐狸精) dan para penganutnya mempersonifikasikan Su Daji sebagai jelmaan si Siluman rubah betina berekor sembilan. Berarti lebih dari seribu tahun sejak dinasti Shang runtuh.

Pada era dinasti Song (宋朝) (960 masehi – 1279 masehi) pemujaan terhadap roh rubah betina termasuk Su Daji dilarang karena dinilai lebih bersifat sesat dan jauh dari prinsip-prinsip ajaran Buddha hingga hampir seratus tahun kemudian di jaman dinasti Ming (1368 masehi – 1644 masehi) barulah kisah Su Daji sebagai siluman rubah berekor sembilan ini muncul kembali.

Padahal, tentang sosok Daji sendiri, yang diketahui secara resmi dari dokumen sejarah Record Of The Grand Historian (史記). Sebuah kronologi pencatatan yang belum sempurna namun cukup untuk memenuhi kaidah sebagai referensi sejarah, mulai dari periode kaisar kuning (黃帝) hingga Kaisar Wu dari kerjaan Han (漢武帝)) karya Sima Qian (司馬遷) hanya-lah:

Bahwa beliau merupakan seorang bermarga Su, berasal dari suatu daerah yang dijaman kekuasaan suku Shang bernama Yousu (有蘇), kemudian ditawan sebagai “piala penaklukan” oleh penguasa Zhou dari Shang sejak tahun 1047 sebelum masehi dan sejak itu menjadi selir kesayangan sang penguasa.

Karya literatur Penganugerahan para dewa ternyata tidak saja populer dalam khazanah literatur di Tiongkok, namun hingga ke wilayah  Jepang dan asia tenggara. Tercatat bahwa seniman yang dikenal lewat  metode seni lukis kayu ukiyo -e , Katsushika Hokusai pernah membuat ilustrasi atas sosok Daji sebagai siluman rubah berekor Sembilan dalam buku kumpulan karya-nya yang diterbitkan pada tahun 1814 - 1878.

                                                             
                                                                               Katsushika Hokusai
                                                   













Sementara seorang novelis dari jepang bernama Tsutomu Ano mengisahkan kembali Penganugerahan para dewa termasuk Daji sebagai siluman rubah berekor Sembilan dalam novel Hoshin Engi ditulis pada kurun waktu 1988-1989 yang nantinya juga menginspirasi seorang komikus jepang bernama Ryu Fujisaki untuk menerbitkannya dalam bentuk komik hingga menjadi sebuah film seri animasi pada tahun 1996.

Kisah tentang Su Daji dan penguasa Zhou tampaknya akan senantiasa diceritakan oleh setiap warga senior keturunan tiongkok kepada junior-junior penerus-nya, meski dengan versi mereka sendiri-sendiri. Sejauh yang mampu mereka ingat, agar menjadi semacam kisah peringatan akan sifat kecantikan (wanita) yang juga berpotensi membawa kehancuran bagi kaum pria yang hanya memperturutkan nafsu birahi. Roh rubah betina sendiri menjadi kata ganti negatif untuk wanita penganggu rumah tangga orang lain dalam kebudayaan masyarakat tiongkok dan sial-nya, kalau boleh disebut demikian. Seorang Su Daji terlepas dari siapa dan apa peran-nya dalam sejarah, akan senantiasa terikat dalam kisah dan mitos-mitos ini.(TAF)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar